BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Didalam
makalah ini akan menjelaskan konsep dari mekanisme koping dengan menggunakan
terapi koping. Terapi kognitif dikembangkan pada tahun 1960-an oleh Aaron Beck
dan berkaitan dengan terapi rasional emotif dari Albert Ellis. Terapi kognitif
akan lebih bermanfaat jika digabung dengan pendekatan perilaku. Kemudian terapi
ini di disatukan dan dikenal dengan terapi perilaku kognitif (cognitive
behavior therapy). Terapi ini memperlakukan individu sebagai agen yang
berpikir positif dan berinteraksi dengan dunianya.
Individu membentuk sudut pandang dan keyakinan
serta memiliki afek atau perasaan mengenai apa yang dianggap benar bagi diri
sendiri, lingkungan, dan mengenia pikiran serta perasaannya pada interaksi yang
luas dengan perilaku atau tindakan dalam rangkaian interaksi. Setiap interaksi
memperngaruhi interaksi lain.
Berdasarkan
kognisi dan pengalaman masa lalu, individu membentuk pandangan dan skema
kognitif yaitu cara berpikir atau perspektif kebiasaan mengenai diri sendiri,
dunia dan masa depan. Misalnya, individu mengembangkan pandangan psimistis
mengenai cara mengontrol takdirnya sendiri atau merasa takdirnya mampu
dikontrol oleh orang lain dan tidak mampu mengontrolnya sendiri. Dalam situasi
tersebut, individu mengembangkan pandangan negative serta merasa tidak berharga
(disebut pikiran otomatis negative) yang dapat menimbulkan stress, emosi,
kecemasan dan depresi. Individu cenderung mengolah keyakinan yang tidak masuk
akal tentang kemampuan dan berhubungan dengan orang lain. Hasil persepsi dan
distorsi yang salah ini ditandai oleh harapan yang tidak realistis terhadap
diri sendiri dan orang lain, metode koping yang tidak efektif, dan pandangan
tentang diri sendiri sebagai orang yang tidak mampu.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian terapi kognitif?
2. Tahap-tahap
terapi kognitif!
3. Apa
saja teknik-teknik terapi kognitif?
C.
Tujuan
Tujuan
disusun makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami tentang
tahap-tahap dan teknik-teknik konseling kognitif dan mahasiswa mampu menerapkan
kepada klien.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Terapi Kognitif
Kognisi adalah suatu tindakan atau proses memahami. Terapi kognitif menjelaskan bahwa bukan suatu peristiwa yang menyebabkan kecemasan dan tanggapan maladaptif melainkan harapan masyarakat, penilaian, dan
interpretasi dari setiap peristiwa ini. Sugesti bahwa perilaku maladaptif dapat diubah oleh
berhubungan langsung dengan pikiran dan keyakinan
orang (Stuart, 2009).
Secara khusus, terapis kognitif percaya bahwa respon maladaptif
muncul dari distorsi kognitif. Distorsi kognitif
merupakan kesalahan logika,
kesalahan dalam penalaran, atau pandangan individual dunia yang tidak
mencerminkan realitas. distorsi dapat berupa positif atau negatif. Misalnya,
seseorang yang secara konsisten dapat melihat kehidupan dengan cara yang
realistis positif dan dengan demikian mengambil peluang berbahaya, seperti
menyangkal masalah kesehatan dan mengaku sebagai "terlalu muda dan sehat
untuk serangan jantung". distorsi kognitif mungkin juga negatif, seperti
yang diungkapkan oleh orang yang menafsirkan semua situasi kehidupan
disayangkan sebagai bukti kurang lengkap diri. Distorsi kognitif umum tercantum dalam tabel di
bawah ini (Stuart, 2009).
Tabel
Bentuk Distorsi Kongnisi (Stuart, 2009)
No
|
Kelainan
Kongnisi
|
Pengertian
|
Contoh
|
1
|
Overgeneralization
|
Mengrkan
kesimpulan secara menyeluruh segala sesuatu berdasarkan kejadian tunggal.
|
Seseorang
mahasiswa yang gagal dalam satu ujian mengatakan : “kayaknya saya enggak akan
lulus dalam setiap ujian”.
|
2
|
Personalization
|
Menghubungkan
kejadian diluar terhadap dirinya meskipun hal tersebut tidak beralasan.
|
“
atasan saya mengatakan produktivitas perusahaan sedang menurun tahun ini,
saya yakin kalau pernyataan ini ditujukan pada diri saya”.
|
3
|
Dichotomus
thinking
|
Berfikir
ekstrim, menganggap segala sesuatunya selalu sangat bagus atau buruk.
|
“
Bila suami saya meninggalkan saya, saya pikir saya lebih baik mati”.
|
4
|
Catastrophizing
|
Berfikir
sangat buruk tentang orang dan kejadian.
|
“saya
lebih baik tidak mengisi formulir promosi jabatan itu, sebab saya tidak
menginginkan dan tidak akan nyaman dengan jabatan itu”.
|
5
|
Selective
abstraction
|
Berfokus
pada detail, tetapi tidak relavan dengan informasi yang lain.
|
Seorang
istri percaya bahwa suaminya tidak mencintainya sebab ia datang terlambat
dari pekerjaannya, tetapi ia mengabaikan perasaannya, hadiah dari suaminya
tetap diterima dan libur bersama tetap direncanakan.
|
6
|
Arbitary
inference
|
Menggambarkan
kesimpulan yang salah tanpa didukung data.
|
Teman
saya tidak pernah lama menyukai saya sebab ia tidak mau diajak pergi.
|
7
|
Mind
reading
|
Percaya
bahwa seseorang mengetahui pemikiran orang lain tanpa mengecek kebenarannya.
|
Mereka
pasti berfikir bahwa dirinya terlalu kurus atau terlalu gemuk.
|
8
|
Magnification
|
Exaggregating
the importance of events.
|
Saya
telah meninggalkan makan malam saya, hal ini menunjukkan betapa tidak
kompetennya saya.
|
9
|
Externalization
of self worth
|
Menentukan
tata nilai sendiri untuk diterapkan pada orang lain.
|
Saya
sudah berusaha untuk kelihatan baik setiap waktu tetapi teman-teman saya yang
tidak menginginkan saya berada di sampingnya.
|
Terapi kognitif merupakan terapi jangka
pendek terstruktur berorientasi terhadap masalah saat ini dan bersifat
individu. Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan
terstruktur, aktif, direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi
berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas atau depresi (Singgih,
2007).
B. Tujuan
Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) beberapa
mekanisme koping dengan menggunakan terapi kognitif adalah sebagai berikut:
1. Membantu
klien dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menentang keakuratan kognisi
negative klien. Selain itu, juga untuk memperkuat persepsi yang lebih akurat
dan mendorong perilaku yang dirancang untuk mengatasi gejala depresi. Dalam
beberapa penelitian, terapi ini sama efektifnya dengan terapi depresan.
2. Menjadikan
atau melibatkan klien subjek terhadap uji realitas.
3. Memodifikasi
proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah cara berpikir atau
mengembangkan pola piker yang rasional.
4. Membentuk
kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang maladaptive, pikiran
yang mengannggu secara otomatis, serta proses pikir tidak logis yang
dibesar-besarkan. Berfokus pada pikiran individu yang menentukan sifat fungsionalnya.
5. Menghilangkan
sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala depresi dihilangkan
melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara berpikir maladaptive dan
otomatis. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa kepercayaan-kepercayaan
yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan yang dapat
menyebabkan depresi. Klien menyadari kesalahan cara berpikirnya. Kemudian klien
harus belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif.
Dengan perspektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan
pikiran-pikiran dan harapan-harapan negative. Cara lain adalah dengan membantun
klien mengidentifikasi kondisi negative, mencari alternative, membuat skema
yang sudah ada menjadi lebih fleksibel, dan mencari kognisi perilaku baru yang
lebih adaptif.
6. Membantu
menargetkan proses berpikir serta perilaku yang menyebabkan dan mempertahankan
panik atau kecemasan. Dilakukan dengan cara penyuluhan klien, restrukrisasi
jognitif, pernapasan rileksasi terkendali, umpan balik biologis, mempertanyakan
bukti, memeriksa alternative, danreframing.
7. Menempatkan
individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan obsesif kompulsif
dan selanjutnya mencegah responsnya. Misalnya dengan cara pelimpahan atau pencegahan
respons, mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distorsi kognitif melalui
psikoedukasi.
8. Membantu
individu mempelajari respons rileksasi, membentuk hirarki situasi fobia, dan
kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap mempertahankan
respons rileksasi misalnya dengan cara desensitisasi sistematis.
Restrukturisasi kognitif bertujuan untuk mengubah persepsi klien terhadap
situasi yang ditakutinya.
9. Membantu
individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan hidup dan bukan
sebagai korban, misalnya dengan cara restrukturisasi kognitif.
10. Membantu mengurangi
gejala klien dengan restrukturisasi system keyakinan yang salah.
11. Membantu mengubah
pemikiran individu dan menggunakan latihan praktik untuk meningkatkan aktivitas
sosialnnya.
12. Membentuk kembali
perilaku dengan mengubah pesan-pesan internal.
C. Indikasi
Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi
kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatri yang lazim, terutama:
1. Depresi
(ringan sampai sedang).
2. Gangguan panic
dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan.
3. Indiividu yang
mengalami stress emosional.
4. Gangguan
obsesif kompulsif (obsesessive compulsive disorder) yang sering terjadi
pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan
– jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering
terjadi.
5. Gangguan fobia
(misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik).
6. Gangguan
stress pascatrauma (post traumatic stress disorder).
7. Gangguan makan
(anoreksia nervosa).
8. Gangguan mood.
9. Gangguan
psikoseksual
10. Mengurangi
kemungkinan kekambuhan berikutnya.
D. Tahap-tahap
terapi kognitif
Tahap-tahap
konseling kognitif terdiri dari 10 tahap (Seligman,2006). Adapun kesepuluh
tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1. Membangun
agenda yang bermakna untuk konseli.
2. Menentukan
dan mengukur itensitas mood seseorang.
3. Mengidentifikasikan
dan merivew masalah yang ditunjukkan.
4. Membangkitkan
ekspektasi konseli dalam perlakuan.
5. Mengajarkan
konseli tentang konseling kognitif dan peran dari konseli.
6. Menggali
informasi tentang kesulitan konseli dan mengdiagnosisnya.
7. Menentukan
tujuan konseling.
8. Memberikan
tugas dan tugas rumah kepada konseli.
9. Merangkum
sesi konseling.
10. Meminta
umpan balik dari konseli.
E. Teknik
Terapi Kognitif
Menurut Yosep (2009) ada beberapa teknik
kognitif terapi yang harus diketahui oleh perawat jiwa. Pengetahuan tentang
teknik ini merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secar
optimal. Dalam pelaksanaan teknik-teknik ini harus dipadukan dengan kemampuan
lain seperti teknik komter, milieu therapy dan counseling. Beberapa
teknik tersebut antara lain:
1. Teknik
Restrukturisasi Kongnisi (Restructuring Cognitive)
Perawat
berupaya untuk memfasilitasi klien dalam melakukan pengamatan terhadap
pemikiran dan perasaan yang muncul. Teknik restrukturasasi dimulai dengan cara
memperluas kesadaran diri dan mengamati perasaan dan pemikiran yang mungkin
muncul. Biasanya dengan menggunakan pendekatan 5 kolom. Masing-masing kolom
terdiri atas perasaan dan pikiran yang muncul saat menghadapi masalah terutama
yang dianggap menimbulkan kecemasan saat ini.
Tanggal
|
Situasi
emosi
|
Pikiran
otomatis
|
Respon
rasional
|
hasil
|
Tanggal
saat masalah dirasakan
|
1. kejadian
nyata yang menyebabkan ketidaknyamanan emosi.
2. Pokok
pikiran, khayalan yang menyebabkan ketidaknyamanan emosi.
|
1. Pikiran
otomatis yang muncul khususnya sedih, cemas, marah.
2. Skala
emosi dalam rentang 0% - 100 %.
|
1. Tulis
respon rasional terhadap pemikiran otomatis yang muncul
2. Tuliskan
persentase kepercayaannya dalam rentang 0- 100%
|
1. Tulis
kembali tingkat kepercayaan terhadap persentase pikiran otomatis 1-100%
|
2. Teknik
Penemuan Fakta-Fakta (Questioning the evidence)
Perawat jiwa mencoba memfasilitasi klien
agar membiasakan menuangkan pikiran-pikiran abtraknya secara konkrit dalam
bentuk tulisan untuk memudahkan menganalisanya. Tahap selanjutnya yang harus
dilakukan perawat saat memfasilitasi kognitif terapi adalah mencari fakta untuk
mendukung keyakinan dan kepercayaannya. Klien yang mengalami distorsi dalam
pemikirannya seringkali memberikan bobot yang sama terhadap semua sumber data
atau data-data yang tidak disadarinya, seringkali klien menganggap data-data
itu mendukung pemikiran buruknya. Data bisa diperoleh dari staf, keluarga atau
anggota lain dalam masyarakat sebagai support dalam lingkungan sosialnya.
Lingkungan tersebut dapat memberikan masukan yang lebih realistik kepada klien
dibanding dengan pemikiran-pemikiran buruknya. Dalam hal ini penemuan fakta
dapat berfungsi sebagai penyeimbang pendapat klien tentang pikiran buruknya.
Berdasarkan data-data yang bisa dipercaya klien bisa mengambil kesimpulan yang
tepat tentang perasaanya selama ini.
3. Teknik
penemuan alternatif ( examing alternatives)
Bayak klien melihat bahwa masalah terasa
sangat berat karena tidak adanyaalternative pemecahan lagi.
Khususnya pada pasien depresi dan percobaan bunuh diri. Latihan menemukan dan
mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah klien bisa dilakukan antara
klien dengan bantuan perawat. Klien dianjurkan untuk menuliskan masalahnya.
Mengurutkan masalah-masalah paling ringan dulu. Kemudian mencari dan menemukan
alternatifnya. Klien depresi atau klien klien gangguan jiwa lain menganggap
masalahnya rumit karena akumulasi berbagai masalah seperti: listrik belum
dibayar, suami selingkuh, anak sakit, genteng bocor dan lain-lain. Bila
diurutkan dari yang paling ringan biasanya klien bisa menemukan alternatif –
alternatif yang bisa dilakukan. Sebagai contoh alternatif listrik
belum dibayar klien boleh memikirkan tentang : mungkin perlu surat keterangan
tidak mampu, menerima pemutusan sementara, mengganti dengan alat penerangan
lain, gabung dengan tetangga, bermusyawarah dengan keluarga yang lebih mampu
dan sebagainya. Disini penting sekali bagi perawat jiwa untuk merangsang klien
agar berani berfikir “lain dari yang biasany “ atau berani “berpikir beda”.
4. Dekatastropik (decatastrophizing)
Teknik dekatastropik dikenal juga dengan
teknik bila dan apa ( the what-if then ). Hal ini
meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana
klien mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi alamiah untuk
melatih beradaptasi dengan hal terburuk debngan apa-apa yang mungkin terjadi. Pertanyaan
– pernyataan yang dapat diajukan perawat adalah:
“
apa hal terburuk yang akan terjadi bila…”
“
apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-betul terjadi…?”
“
tindakan pemecahan masalah apabila hal tersebut benar-benar terjadi…?”
Tujuannya adalah untuk menolong klien
melihat konsekuensi dari kehidupan. Dimana tidak selamanya sesuatu itu terjadi
atau tidak terjadi. Sebagai contoh klien yang tinggal dipantai harus berani berfikir
: “ apa yang akan saya lakukan bila tsunami tiba-tiba datang?; gempa tiba-tiba
melanda?; suami tiba-tiba tenggelam?; dan sebagainya.
5. Reframing
Reframing adalah strategi dalam merubah
persepsi klien terhadap situasi atau perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan
terhadap sesuatu atau aspek lain dari masalah atau mendukung klien untuk
melihat masalahnya dari sudut pandang saja. Perawat jiwa penting untuk
memperluas kesadaran tentang keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari
masalah. Hal ini dapat menolong klien melihat masalah secara seimbang dan
melihat dalam prespektif yang baru. Dengan memahami aspek positif dan negatif
dari masalah yang dihadapi klien dapat memperluas kesadaran dirinya. Strategi
ini juga dapat memicu kesempatan pada klien untuk merubah dan menemukan makna
baru, sebab begitu makna berubah maka akan berubah perilaku klien. Sebagai
contoh, PHK dapat dipandang sebagai stressor tetapi setelah klien merubah makna
PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK merupakan kesempatan untuk belajar bisnis,
menemukan pengalaman baru, banyaknya waktu bersama keluarga, saatnya
belajar home industry dan meraih peluang kerja yang lainnya.
6. Thought
Stopping
Kesalahan berpikir sering kali
menimbulkan dampak seperti bola salju bagi klien. Awalnya masalah tersebut
kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan. Teknik berhenti
memikirkannya ( thought stoping ) sangat baik digunakan pada saat klien mulai
memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien dapat menggambarkan bahwa masalahnya
sudah selesai. Menghayalkan bahwa bel berhenti berbunyi. Menghayalkan sebuah
bata di dinding yang digunakan untuk menghentikan berpikir dysfunctional.
Untuk memulainya, klien diminta untuk menceritakan masalahnya dan mengatakan
rangkuman masalahnya dalam khayalan. Perawat menyela khayalan klien dengan cara
mengatakan keras-keras “berhenti”. Setelah itu klien mencoba sendiri untuk
melakukan sendiri tanpa selaan dari perawat. Selanjutnya klien mencoba
menerapkannya dalam situasi keseharian.
7. Learning
New Behavior With Modeling
Modeling adalah
strategi untuk merubah perilaku baru dalam meningkatkan kemampuan dan
mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima. Sasaran perilakunya adalah
memecahkan masalah-masalah yang disusun dalam beberapa urutan kesulitannya.
Kemudian klien melakukan observasi pada seseorang yang berhasil memecahkan
masalah yang serupa dengan klien dengan cara modifikasi dan mengontrol
lingkungannya. Setelah itu klien meniru perilaku orang yang dijadikan model.
Awalnya klien melakukan pemecahan secara bersama dengan fasilitator.
Selanjutnya klien mencoba memecahkannya sendiri sesuai dengan pengalaman yang
diperolehnya bersama fasilitator. Sebagai contoh pada klien yang memiliki
stressor kesulitan ekonomi, klien bisa ikut magang dulu sambil belajar bisnis atau
berdagang dengan orang lain, setelah mendapat pengalaman klien bisa
melakukannya sendiri.
8. Membentuk
Pola ( shaping )
Membentuk pola perilaku baru oleh
perilaku yang diberikan reinforcement. Misalnya anak yang bandel
dan tidak akur bdengan orang lain berniat untuk damai dan hangat dengan orang
lain, maka pada saat niatnya itu menjadi kenyataan, klien diberi pujian.
9. Token
Economy
Token economy adalah
bentuk reinforcement positif yang sering digunakan pada
kelompok anak-anak atau klien yang mengalami masalah psikiatrik. Hal ini
dilakukan secara konsisten pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk
atau melakukan hal yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun pagi klien
mendapat permen, setiap bangun kesiangan mendapat tanda silang atau gambar
bunga berwarna hitam. Kegiatan berlangsung terus menerus sampai suatu saat
jumlahnya diakumulasikan.
10. Role
Play
Role play memungkinkan
klien untuk belajar menganalisa perilaku salahnya melalui kegiatan sandiwara
yang bisa dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan perilaku
orang lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil keputusan berdasarkan
konsekuensi-konsekuensi yang ada dalam cerita. Klien biasa melihat
akibat-akibat yang akan terjadi melalui cerita yang disuguhkan. Misalnya klien
melihat role play tentang seorang pasien yang tidak mau makan
obat, tidak mau mandi dan sering merokok
11. Social
skill Training.
Teknik ini didasari oleh sebuah
keyakinan bahwa keterampilan apapun diperoleh sebagai hasil belajar. Beberapa
prinsip untuk memperoleh keterampilan baru bagi klien adalah:
a. Feedback
Sebagai
contoh bagi klien pemalas ( abulia ), dapat diajarkan
keterampilan membersihkan lantai, perawat mendemonstrasikan cara membersihkan
lantai yang baik, selanjutnya perawat mengupayakan agar klien mempraktikkan
sendiri. Perawat melakukan feedback dengan cara menilai dan memperbaiki
kegiatan yang masih belum selesai harapan.
12. Anversion
Theraphy
Anversion theraphy bertujuan
untuk menghentikan kebiasan-kebiasan buruk klien dengan cara mengaversikan
kegiatan buruk tersebut dengan sesuatu yang tidak disukai. Misalnya kebiasaan
menggigit penghapus saat boring dengan cara membayangkan bahwa
penghapus itu dianggap sebagai cacing atau ulat yang menjijikan. Setiap klien kegemukan
melakukan kebiasaan ngemilmakanan, maka ia dianjurkan untuk
membayangkan kotoran kambing yang dimakan terus.
13. Contingency
Contracting
Contingency contracting berfokus
pada perjanjian yang dibuat antara therapist dalam hal ini perawat jiwa dengan
klien. Perjanjian dibuat denganpunishment dan reward.
Misalnya bila klien berhasil mandi tepat waktu atau meninggalkan kebiasaan
merokok maka pada saat bertemu dengan perawat hal tersebut akan diberikan
reward. Konsekuensi yang berat telah disepakati antara klien dengan perawat
terutama bila klien melanggar kebiasaan buruk yang sudah disepakati untuk
ditinggalkan.
Menurut Setyoadi, dkk (2011) teknik yang
digunakan dalam melakukan terapi kognitif adalah sebagai berikut:
1. Mendukung
klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir dan keyakinan yang
menyebabkan khawatir.
2. Menggunakan
teknik pertanyaan Socratic yaitu meminta klien untuk
menggambarkan, menjelaskan dan menegaskan pikiran negative yang merendahkan
dirinya sendiri. Dengan demikian, klien mulai melihat bahwa asumsi tersebut
tidak logis dan tidak rasional.
3. Mengidentifikasi
interpretasi yang lebih realities mengenai diri sendiri, nilai diri dan dunia.
Dengan demikian, klien membentuk nilai dan keyakinan baru, dan distress enmosional
menjadi hilang.
Secara
umum, teknik-teknik yang digunakan dalam konseling kognitif Beck untuk mengubah
kognisi konseli yang tidak realistic menjadi lebih realistic. Beberap teknik
tersebut menurut Seligman (2006) antara lain:
1. Penjadwal
kegiatan.
Teknik
yang memberikan kesempatan pada konseli untuk mencoba perilaku dan cara – cara
berfikir baru dan mendorong mereka untuk tetap aktif meskipun merasa tidak
nyaman teknik ini sangat efektif jika digunakan untuk konseli yang mengalami
depresi dan kecemasan.
2. Imajeri
mental dan emosional.
Teknik
ini dapat digunakan untuk membantu konseli memimpikan dan mencoba cara-cara
baru dalam merasa dan berfikir.
3. Modeling
tertutup dan modeling terbuka.
Suatu
teknik yang digunakan untuk melatih konseli secara mental bentuk-bentuk
perilaku baru yang lebih efektif dan menciptakan suatu model kognitif bagi
dirinya sendiri untuk membentuk perilaku tersebut dengan baik.
4. Penghentian
pikiran.
Teknik
ini efektif untuk membantu konseli yang terus-menerus memiliki pikaran negative
tentang dirinya bagi kegagalan yang dialaminya.
5. Diversions
atau distraction
Teknik
ini dapat membantu individu mengurangi pikiran negative yang mereka alami.
6. Self
talk
Teknik
dimana konseli mengulang-ulang perkataan positif dan menyenangkan dalam
pikirannya.
7. Afirmasi
Afirmasi
memiliki hubungan dengan self talk. Afirmasi adalah slogan pendek yang positif
dan menguatkan.
8. Diari
kejadian
Realistik
dan mengubah kognitif,emosi,serta berupaya membuat perubahan yang positif dapat
meningkatkan kesadaran seseorang terhadap pengalaman mereka. Tulisan dalam
diari kejadian dapat dijadikan bahan penting untuk didiskusikan dalam sesi
konseling dan dapat dijadikan sebuah jalan perubahan kearah yang lebih positif.
9. Systematic
assessment of alternatif
Ini
adalah sebuah strategi untuk membantu seseorang dalam membuat keputusan atau
memilih suatu hal.
10. Reframing
dan relabeling
Teknik
yang digunakan untuk membantu konseli membentuk atau mengembangkan pikiran lain
yang berbeda tentang dirinya.
F. Langkah-Langkah
Melakukan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi
kognitif dipraktikan diluar sesi terapi dan menjadi modal utama dalam mengubah
gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri atas:
1. Fase
awal (sesi 1-4)
a. Membentuk
hubungan terapeutik dengan klien.
b. Mengajarkan
klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnyan terhadap emosi dan
fisik.
c. Menentukan
tujuan terapi.
d. Mengajarkan klien
untuk mengevaluasi pikiran-pikirn yang otomatis.
2. Fase
pertegahan (sesi 5-12)
a. Mengubah
secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah.
b. Membantu klien
mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta mempraktikan keterampilann
berespons terhadap hal-hal yang menimbulkan depresi dan memodifikasinya.
3. Fase
akhir (13-16)
a. Menyiapkan
klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang relevan
untuk terjadinya kekambuhan.
b. Mengonsolidasikan
pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.
G. Strategi
Pendekatan
Menurut
Setyoadi, dkk (2011) strategi pendekatan terapi kognitif antara lain:
1. Menghilangkan
pikiran otomatis.
2. Menguji
pikiran otomatis.
3. Mengidentifikasi
asumsi maladaptive.
4. Menguji
validitas asumsi maladaptive
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Terapi
kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif,
direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam
kepribadian, misalnya ansietas atau depresi. Terapi kognitif digunakan
untuk mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku yang malasuai, dan fungsi
kognisi yang terhambat, yang mendasari aspek kognitif yang ada. Terapis dengan
pendekatan kognitif mengajarkan pasien atau klien agar berpikir lebih realistik
gejala yang berkelainan yang ada.
Terapi
kognitif di indikasikan kepada klien dengan depresi (ringan sampai sedang),
gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan, indiividu yang
mengalami stress emosional, gangguan obsesif kompulsif (obsesessive
compulsive disorder) yang sering terjadi pada orang dewasa dan memiliki
respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan – jarang terjadi pada awal
masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi, gangguan fobia
(misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik), gangguan stress
pascatrauma (post traumatic stress disorder), gangguan makan
(anoreksia nervosa), gangguan mood, gangguan psikoseksual, mengurangi
kemungkinan kekambuhan berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
http//konselorwahyu.wordpress.com/Tanggal
03 Desember 2015/Jam 19:05.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar